SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Zuckerberg Bongkar Rahasia: AI Meta Mulai “Belajar Sendiri”

Oleh Ferdi Putra - Reporter
4 Menit Membaca
Peneliti di Meta menemukan kasus di mana kecerdasan buatan mereka mengembangkan kemampuan untuk belajar sendiri. (Ilustrasi)Foto: Tara Winstead via Pexels

PEKANBARU — Apa jadinya jika kecerdasan buatan (AI) mulai mengembangkan dirinya tanpa bantuan manusia? CEO Meta, Mark Zuckerberg, baru saja mengungkapkan fakta yang membuat dunia teknologi semakin penasaran sekaligus waspada. Menurutnya, AI yang dikembangkan perusahaannya kini sudah mulai “belajar sendiri”, sebuah langkah awal menuju artificial superintelligence (ASI), atau kecerdasan buatan super, yang kemampuannya jauh melampaui manusia.

Pernyataan itu ia tulis dalam makalah kebijakan yang dirilis di situs resmi Meta pada 30 Juli 2025.

“Beberapa bulan terakhir, kami mulai melihat tanda-tanda AI kami bisa memperbaiki diri. Perubahannya memang masih lambat, tapi ini nyata,” tulis Zuckerberg.

Untuk memahami arti besar dari pernyataan ini, perlu diketahui bahwa dunia AI terbagi ke tiga tingkatan kemampuan:

  • Artificial Narrow Intelligence (ANI) – AI yang jago di satu bidang saja, misalnya menganalisis protein atau bermain catur, tapi tidak bisa berpindah kemampuan ke bidang lain.
  • Artificial General Intelligence (AGI) – AI yang bisa berpikir, belajar, dan memahami berbagai topik layaknya manusia.
  • Artificial Superintelligence (ASI) – Level tertinggi, AI yang melampaui kecerdasan manusia, mampu berkembang sendiri dengan kecepatan eksponensial, dan berpotensi memicu apa yang disebut ledakan kecerdasan.

ASI inilah yang disebut Zuckerberg sebagai tahap berikutnya dalam perjalanan teknologi, di mana AI bukan sekadar membantu manusia, tapi juga mampu menemukan pengetahuan baru yang bahkan belum terpikirkan manusia saat ini.

Bukan Kasus Pertama

CEO Meta Mark Zuckerberg
CEO Meta Mark Zuckerberg

Fenomena AI yang bisa memperbaiki dirinya sendiri bukan hal yang benar-benar baru. Pada Oktober 2024, sekelompok peneliti dari University of California, Santa Barbara mengumumkan temuan mereka tentang Gödel Machine, yaitu sebuah konsep AI yang mampu menulis ulang kode dan instruksinya sendiri.

Menariknya, AI ini tidak sembarangan mengubah dirinya. Ia hanya melakukan pembaruan jika bisa membuktikan secara matematis bahwa perubahan itu akan membuatnya lebih baik. Versi uji coba mereka, yang disebut Gödel Agent, sukses meningkatkan kinerjanya di bidang pemrograman, sains, matematika, hingga penalaran logis.

Yang membuatnya luar biasa, AI tersebut diberi akses penuh pada seluruh kode dasarnya, termasuk mekanisme pengembangannya. Hasilnya, performanya terbukti lebih baik dibanding agen AI buatan manusia.

Meski terlihat bersemangat, Zuckerberg menegaskan Meta tidak akan langsung membebaskan semua versi tercanggih AI-nya ke publik. Sebelumnya, Meta dikenal gencar membuka akses teknologi secara open source, tapi kali ini ia memilih lebih selektif.

“Saya optimistis superintelligence akan mempercepat kemajuan manusia. Tapi yang lebih penting, ini bisa memberi orang kekuatan untuk mengubah dunia sesuai arah yang mereka pilih,” tulisnya.

Ia membayangkan masa depan di mana setiap orang punya “AI super pribadi” yang bisa membantu mencapai mimpi, menciptakan karya, menjelajahi pengalaman baru, mempererat hubungan, dan membantu pengembangan diri.

Sejumlah pakar mengingatkan bahwa kemampuan AI untuk berkembang sendiri punya dua sisi mata uang. Di satu sisi, ia bisa membawa terobosan besar di bidang sains, kesehatan, atau pendidikan. Namun di sisi lain, risiko kehilangan kendali juga nyata, terutama jika AI mengambil keputusan yang bertentangan dengan nilai-nilai manusia.

Kontroversi pun muncul soal siapa yang seharusnya mengendalikan teknologi ini. Apakah aksesnya harus dibatasi demi keamanan global, atau dibuka agar semua orang bisa berinovasi?

Bagi pembaca Wartaoke.net, kabar ini mungkin terdengar seperti adegan film fiksi ilmiah. Namun, inilah realita perkembangan teknologi saat ini. Saat AI mulai bisa memodifikasi dirinya, artinya kita sedang melangkah ke era baru yang belum pernah dialami manusia.

Apakah ini akan menjadi “teman super” yang membantu kita mencapai masa depan yang lebih cerah, atau justru tantangan besar yang menguji kemampuan kita mengendalikan ciptaan sendiri? Jawaban itu mungkin akan menentukan wajah dunia beberapa dekade ke depan. (woke2)

Bagikan Berita Ini
Tidak ada komentar