PEKANBARU – Jagat media sosial digemparkan dengan unggahan akun TikTok @theyary124 dan Instagram @rumahketiga yang menampilkan curahan hati seorang perempuan, mengaku sebagai korban pemaksaan aborsi oleh kekasihnya, yang diduga merupakan mahasiswa aktif Universitas Riau (Unri).
Dalam narasi yang dibagikan, perempuan itu mengaku mengalami kehamilan sejak awal Mei 2025. Namun, alih-alih mendapatkan dukungan, ia menyebut sang pasangan menolak bertanggung jawab dan justru menekan agar kandungan itu digugurkan.
“Bukan karena saya ingin, tapi karena saya dipaksa melepaskan yang paling berharga dalam hidup saya.”
TikTok @theyary124
Unggahan itu dilengkapi dengan sejumlah bukti visual: mulai dari hasil test pack, tangkapan layar percakapan pribadi, hingga foto kondisi fisik yang mengindikasikan pendarahan. Salah satu nama yang disebut dalam unggahan adalah TLI, diduga mahasiswa aktif di Universitas Riau.
Kasus ini menjadi sorotan luas di kalangan warganet. Banyak yang mengecam sikap pihak laki-laki yang dinilai abai, serta mendesak penegakan tanggung jawab etik di lingkungan kampus.
Ketua Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKPT) Universitas Riau, Separen, membenarkan bahwa pihaknya telah menerima laporan terkait dugaan pemaksaan aborsi tersebut. “Korban akan mendapatkan perlindungan dan pendampingan awal secara psikologis. Proses penanganan segera dilakukan,” kata Separen saat dikonfirmasi, Jumat (11/7/2025).

Pihak kampus juga menyatakan akan mendalami aspek dugaan pemaksaan dan ancaman yang disebut korban. “Kami menjamin lingkungan kampus yang aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan,” ujarnya.
Sementara itu, akun Instagram @rumahketiga juga memuat keterangan dari akun @aliansimahasiswapenggugat, yang mengklaim telah mendampingi korban sejak sebulan terakhir. Mereka menyebut korban mengalami tekanan psikis berat serta kesulitan mengakses komunikasi dengan pelaku.
“Yang membuat identitas pelaku akhirnya terungkap adalah bagaimana ia memperlakukan korban—memblokir komunikasi, menekan untuk aborsi, dan tidak menunjukkan tanggung jawab sedikit pun,” tulis akun itu.

Dugaan intimidasi juga mencuat. Korban disebut mendapat tekanan dari sejumlah pihak yang diduga merupakan rekan pelaku, setelah keberaniannya mengungkap kasus ini ke publik. Tak hanya itu, keluarga dari pihak laki-laki juga disebut memutus komunikasi begitu mengetahui peristiwa tersebut.
Kasus ini kini menjadi bola panas yang tidak hanya menyentuh isu kekerasan dalam relasi personal, tetapi juga sorotan terhadap tanggung jawab moral di lingkungan akademik. Sejumlah aktivis dan pengguna media sosial mendesak agar lembaga perlindungan perempuan, termasuk Komnas Perempuan dan LPSK, turut memberikan atensi terhadap kasus ini. (woke1)