PEKANBARU – Di balik kemeriahan Festival Pacu Jalur, terdapat proses panjang yang sarat tradisi dan nilai adat. Pembuatan jalur atau perahu pacu di Kuantan Singingi ternyata tidak bisa dilakukan sembarangan—semua harus melalui restu dan panduan seorang pawang.
Salah satu contohnya adalah jalur Badai Gangga milik Desa Koto Teluk Kuantan yang baru saja selesai tahap finishing. Jalur ini menjadi perhatian karena panjangnya mencapai 36,5 meter—terpanjang dibanding jalur lain yang rata-rata 31 hingga 35 meter.
“Proses pembuatan habis waktu dua bulan, mulai dari nebang sampai narik ke kandang. Dulu bisa ditarik masyarakat, sekarang karena kayunya jauh di hutan, harus pakai alat berat,” ujar Hendra, Ketua Jalur Badai Gangga, Rabu (16/7/2025).
Pawang Tentukan Segalanya, dari Menebang hingga Turun ke Sungai

Pembuatan jalur tidak hanya soal teknis memahat kayu, tetapi juga melibatkan nilai spiritual dan adat. Seorang pawang atau dukun jalur terlibat sejak awal, bahkan saat memilih dan menebang pohon di hutan.
“Waktu nebang jalur sudah ada dukun. Pohon yang ditebang itu harus diganti dengan sesajen seperti ayam, tergantung keputusan pawang. Masyarakat dan pawang memilih bersama,” jelas Hendra.
Pawang juga berperan saat prosesi melangka, yakni ritual saat jalur akan diturunkan pertama kali ke sungai. Tanpa izin dan waktu yang ditentukan pawang, jalur tidak boleh diturunkan ke Batang Kuantan.
Harga Kayu Fantastis
Kayu jalur yang digunakan berasal dari jenis kruing air, dikenal kuat, tahan rayap, dan awet dalam kondisi cuaca ekstrem. Setelah ditebang sepanjang 39 meter, jalur tersebut dibentuk menjadi panjang akhir 36,5 meter.
Tak hanya prosesnya yang panjang, biaya pembuatannya pun tidak sedikit.
“Total biaya sampai jadi sekitar Rp 150 juta. Menebang kayu Rp 10 juta, menarik dengan alat berat Rp 50 juta, mobilisasi dari hutan ke kampung Rp 20 juta, dan untuk tukang sampai jadi Rp 30 juta,” rinci Hendra.
65 hingga 70 Orang dalam Satu Jalur
Panjang jalur Badai Gangga memungkinkan muatan besar. Dalam satu jalur bisa terdapat hingga 70 orang, mulai dari anak pacuan, penari kecil, timbo ruang, hingga tukang onjai.
“Isi jalur bisa 65 sampai 70 orang, semua ada perannya masing-masing. Nanti sebelum pacu, akan dites dulu tanggal 28 Juli,” kata Hendra sambil mengecek finishing jalur.
Proses panjang, biaya tinggi, dan keterlibatan pawang menunjukkan bahwa Pacu Jalur bukan sekadar lomba dayung. Ia adalah simbol kebersamaan, warisan budaya, dan bentuk penghormatan pada alam serta leluhur.
Festival Pacu Jalur 2025 dijadwalkan berlangsung pada 20–24 Juli di Batang Kuantan, menjadi puncak dari seluruh rangkaian persiapan dan semangat masyarakat Kuansing menjaga tradisinya. (woke3)

