KUANSING – Pemerintah Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing) menetapkan aturan baru untuk membatasi masyarakat dalam pembuatan jalur atau perahu panjang khas tradisi Pacu Jalur. Kebijakan ini bertujuan menjaga kelestarian bahan baku kayu dan menjamin keberlanjutan budaya lokal.
Pembatasan tersebut dituangkan dalam Peraturan Bupati (Perbup) Kuansing Nomor 26 Tahun 2025 yang merupakan perubahan dari Perbup Nomor 16 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Festival Pacu Jalur. Peraturan ini ditandatangani langsung oleh Bupati Kuansing, Suhardiman Amby, pada 3 Juli 2025.
Larangan Menebang Kayu Jalur Setiap Tahun
Salah satu poin utama dalam regulasi ini adalah larangan membuat jalur baru dari kayu setiap tahun. Masyarakat hanya diperbolehkan menebang kayu untuk jalur paling cepat setiap lima tahun sekali.
“Kalau jalur kita dibuat tahun 2025 ini, maka baru bisa membuat kembali paling cepat lima tahun ke depan atau tahun 2030,” ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kuansing, Drs. Azhar, M.M, Rabu (16/7/2025).
Menurut Azhar, kebijakan ini merupakan bentuk tanggung jawab Pemkab dalam menjaga ketersediaan kayu jalur secara berkelanjutan.
Kewajiban Tanam 100 Bibit untuk Setiap Jalur
Lebih jauh, aturan tersebut juga mewajibkan masyarakat atau desa yang membuat jalur untuk menanam 100 bibit kayu jenis yang sama untuk setiap satu batang pohon yang ditebang. Bibit itu harus ditanam di lokasi hutan yang sama dengan tempat pengambilan kayu.
“Ini bentuk keseimbangan ekologis dan tanggung jawab sosial desa agar anak cucu kita juga bisa tetap melanjutkan tradisi pacu jalur,” ujar Azhar.
Kenegerian Wajib Sediakan Hutan Lindung Minimal 1 Hektare
Perbup ini juga mengatur agar setiap kenegerian di Kabupaten Kuansing wajib menyediakan lahan hutan lindung minimal satu hektare yang digunakan khusus untuk pembibitan dan penanaman kayu jalur.
Selain itu, desa atau masyarakat yang ingin membuat jalur harus mengantongi izin serta rekomendasi dari dinas teknis yang membidangi urusan pariwisata.
Langkah Pelestarian Tradisi dan Ekologi
Langkah ini dianggap penting karena ketersediaan kayu jalur semakin terbatas. Banyak masyarakat harus menempuh jarak yang semakin jauh ke dalam hutan untuk mencari batang kayu yang sesuai spesifikasi jalur.
“Dengan adanya Perbup ini, tradisi pacu jalur tetap terjaga dan masyarakat Kuansing bisa mematuhinya. Ini bukan hanya tentang perlombaan, tapi tentang warisan budaya dan keseimbangan alam,” tegas Azhar.
Penegasan Komitmen Pemerintah Daerah
Pemkab Kuansing menegaskan bahwa pelestarian Pacu Jalur harus diimbangi dengan perlindungan terhadap sumber daya alamnya. Tidak hanya budaya yang dijaga, tapi juga lingkungan hidup sebagai penyangganya.
Dengan regulasi ini, Pemerintah berharap masyarakat tetap bisa menjalankan tradisi tanpa merusak alam, serta memiliki tanggung jawab jangka panjang terhadap keberlangsungan adat istiadat dan lingkungan. (woke8)

