SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Korupsi Miliaran Rupiah, Eks Pj Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Cs Hadapi Sidang Tuntutan Hari Ini

M. Faheem Eshaq - Senior Editor Wartaoke.net
Oleh M. Faheem Eshaq - Senior Editor
5 Menit Membaca
Risnandar Mahiwa dalam sidang lainjutan, beberapa waktu lalu.

PEKANBARU – Tirai drama kasus korupsi besar yang mengguncang Pemerintah Kota Pekanbaru akhirnya mendekati babak akhir. Hari ini, Selasa (12/8/2025), tiga mantan pejabat tinggi Kota Bertuah akan kembali duduk di kursi pesakitan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Mereka adalah mantan Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Indra Pomi Nasution, dan mantan Plt Kepala Bagian Umum Setda Novin Karmila. Ketiganya akan mendengar tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang sidang Mudjono SH, mulai pukul 10.00 WIB.

Sidang ini bukan sidang biasa. Di balik tembok gedung pengadilan, akan terkuak lagi kisah bagaimana dana miliaran rupiah dari kas daerah mengalir ke kantong pribadi para pejabat, lengkap dengan drama transaksi tunai, transfer bank, hingga pembayaran jahit baju istri.

Modus Pemotongan Dana Daerah

OTT eks PJ Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Cs, beberapa waktu lalu
OTT eks PJ Wali Kota Pekanbaru Risnandar Mahiwa Cs, beberapa waktu lalu

Menurut dakwaan yang dibacakan JPU KPK Meyer Volmar Simanjuntak, skandal ini bermula dari pencairan Ganti Uang Persediaan (GU) dan Tambahan Uang Persediaan (TU) di tahun anggaran 2024. Dari Mei hingga Desember, Bagian Umum Setda Kota Pekanbaru mencairkan Rp26,54 miliar untuk GU dan Rp11,24 miliar untuk TU, total Rp37,79 miliar.

Alih-alih digunakan sepenuhnya untuk kepentingan operasional pemerintah, sebagian dana justru dipotong dan dibagi-bagikan kepada para terdakwa.

Novin Karmila, yang kala itu menjabat Plt Kabag Umum, menjadi titik awal jalur uang ini. Setiap kali dana akan cair, ia melapor kepada Risnandar. Sang Pj Wali Kota lalu memerintahkan Sekda Indra Pomi menandatangani dokumen pencairan, sambil meminta pejabat BPKAD memprioritaskan dana Setda.

Setelah dana turun, Novin memerintahkan bendahara pembantu, Darmanto, melakukan pemotongan. Uang hasil potongan kemudian mengalir ke empat orang: Risnandar, Indra Pomi, ajudan pribadi Nugroho Adi Triputranto, dan Novin sendiri.

Rincian Pembagian “Jatah”

Angka-angka yang diungkap jaksa membuat publik terperangah.

  • Risnandar Mahiwa: total Rp2,9 miliar lebih. Termasuk Rp500 juta tunai di Juli, Rp650 juta pada September, Rp1 miliar pada November, dan transfer Rp158 juta untuk menjahit baju istrinya.
  • Indra Pomi Nasution: total Rp2,4 miliar lebih. Ada Rp590 juta di Juni, Rp400 juta di Juli, Rp1 miliar pada November, dan beberapa setoran tunai lain.
  • Novin Karmila: total Rp2 miliar lebih. Penerimaan terbesar terjadi November, mencapai Rp1,25 miliar dari TU.
  • Nugroho Adi Triputranto alias Untung: total Rp1,6 miliar lebih, sebagian besar pada akhir November 2024.

Semua aliran dana dilakukan berulang kali, baik tunai maupun transfer, di berbagai lokasi termasuk rumah dinas wali kota dan kantor Setda.

Tak Hanya Korupsi, Tapi Juga Gratifikasi

Bukan hanya memotong dana GU dan TU, ketiga pejabat ini juga diduga menerima gratifikasi dari pejabat ASN dan pihak swasta. Risnandar menerima Rp906 juta dalam bentuk uang dan barang dari delapan pejabat ASN. Termasuk tas mewah merek Bally seharga Rp8,5 juta dan dua kemeja senilai Rp2,5 juta.

Sementara Indra Pomi mengantongi Rp1,215 miliar dari berbagai pejabat, sebagian diserahkan di toko baju dan kantor Sekda. Selain itu Novin Karmila menerima Rp300 juta dari dua warga sipil, lalu mentransfernya ke rekening anaknya.

Semua penerimaan ini tak pernah dilaporkan kepada KPK dalam batas waktu yang ditentukan, menjadikannya gratifikasi ilegal.

Atas seluruh perbuatannya, para terdakwa dijerat Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 UU Tipikor yang telah diperbarui dengan UU No.20/2001, serta pasal berlapis dalam KUHP tentang perbuatan berlanjut dan penyertaan.

Jika terbukti bersalah, vonis berat mengancam mereka, termasuk pidana penjara dan denda miliaran rupiah.

Masyarakat Pekanbaru Menantikan Putusan Sidang

Sidang tuntutan hari ini menjadi sorotan besar di Pekanbaru. Kasus ini bukan hanya soal angka miliaran yang raib, tapi juga cermin rusaknya integritas pejabat publik yang mestinya mengelola uang rakyat.

Di luar gedung pengadilan, publik menanti apakah KPK akan menuntut hukuman maksimal. Di media sosial, nama para terdakwa kembali menjadi bahan perbincangan, dengan warganet mengungkit janji-janji pelayanan publik yang kini terdengar ironis.

Hari ini, semua mata akan tertuju ke ruang sidang Mudjono SH. Bukan hanya untuk mendengar berapa tahun tuntutan penjara, tapi juga untuk melihat apakah hukum benar-benar bisa menjadi penutup lembaran kelam ini. Atau, justru membuka bab baru drama hukum yang lebih panjang. (woke1)

Bagikan Berita Ini
Tidak ada komentar