SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ketimpangan Apresiasi: Atlet PON Riau Kecewa, Bonus Macet Sementara Viralitas Langsung Diganjar

Pencairan bonus tak ada kejelasan waktu

M. Faheem Eshaq - Senior Editor Wartaoke.net
Oleh M. Faheem Eshaq - Senior Editor
3 Menit Membaca
Gubernur Riau Abdul Wahid dan jajaran bersama Rayyan Arkan Dikha melakukan gerakan tari Pacu Jalur Kuansing, di halaman Kantor Gubernur Riau di Pekanbaru, beberapa waktu lalu.

PEKANBARU – Kekecewaan mendalam melanda sejumlah atlet Riau yang telah mengharumkan nama daerah di ajang Pekan Olahraga Nasional (PON) 2024. Di tengah penantian panjang atas bonus yang belum juga cair, mereka justru disuguhi kenyataan kontras: penghargaan instan kepada seorang bocah yang viral karena ekspresinya dalam tradisi Pacu Jalur.

Adalah Rayyan Arkan Dikha, bocah asal Kuansing, yang baru-baru ini menerima hadiah pendidikan senilai Rp 20 juta dari Gubernur Riau, Abdul Wahid. Langkah tersebut dipuji sebagian kalangan sebagai bentuk dukungan budaya, namun di sisi lain, memunculkan rasa getir di kalangan atlet berprestasi.

Puja Sri Syahfitri, atlet senam artistik yang mempersembahkan medali perunggu bagi Riau, menyuarakan kekecewaannya secara terbuka. Ia menilai pemerintah daerah lebih responsif terhadap fenomena viral ketimbang perjuangan para atlet yang telah ditempa bertahun-tahun.

“Kami tidak iri, tapi kecewa. Saat viral, langsung diberikan apresiasi dan panggung. Tapi kami yang berjuang membawa nama Riau di level nasional, bonus saja belum jelas.”

Puja Sri Syahfitri, atlet senam artistik Riau

Padahal, sesuai Peraturan Gubernur, peraih medali emas PON dijanjikan bonus Rp 300 juta, perak Rp 150 juta, dan perunggu Rp 75 juta. Namun, kabar yang beredar menyebut pemerintah hanya sanggup mencairkan sekitar 45 persen dari nilai tersebut — itupun tanpa kejelasan waktu maupun payung administrasi yang jelas.

“Kami siap menerima secara bertahap. Tapi setidaknya ada kepastian. Sekarang kami seperti tidak dianggap,” tambahnya.

Kisah ini tidak hanya dirasakan oleh atlet cabang senam. Atlet dari cabang lain dan bahkan pelatih pun mengeluhkan hal serupa. Riau yang sukses membawa pulang 11 medali PON 2024, nyatanya belum menunjukkan komitmen nyata dalam bentuk penghargaan yang layak.

Ironi ini kian terasa ketika tokoh seperti Rayyan — yang memang pantas diapresiasi atas semangatnya — mendapatkan panggung besar dan diangkat menjadi ikon budaya, hanya dalam hitungan hari setelah viral di media sosial. Sementara para juara sains, olahraga, dan seni yang minim eksposur publik, terpaksa menunggu dalam diam.

Upaya komunikasi dengan Dinas Pemuda dan Olahraga Riau pun belum berbuah hasil. Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dispora Riau, Erisman Yahya, belum memberikan klarifikasi terkait keterlambatan pencairan bonus atlet.

Puja berharap ada perubahan cara pandang terhadap prestasi di tengah masyarakat dan pemerintah. Ia menekankan bahwa dukungan moril dan penghargaan konkret menjadi bagian penting dalam membangun semangat dan keberlanjutan karier atlet.

“Prestasi bukan soal viral. Ini soal proses panjang dan pengorbanan. Kalau ini tidak dihargai, bagaimana regenerasi atlet bisa tumbuh?” pungkasnya.

Di tengah upaya daerah membangun citra budaya dan pariwisata, suara para atlet yang seolah terpinggirkan menjadi pengingat: bahwa keadilan bukan hanya soal siapa yang terlihat, tetapi siapa yang dihargai. (woke5)

Bagikan Berita Ini