SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Insiden Rakor Karhutla: Menhut Raja Juli Antoni Minta Media Tinggalkan Ruangan, Wartawan Protes

Oleh Ferdi Putra - Reporter
5 Menit Membaca
TERTUTUP - Suasana Balai Serindit, Gedung Daerah Riau sesaat sebelum awak media diminta untuk meninggalkan lokasi rakor pengendalian karhutla di Riau, Rabu (23/7/2025).

PEKANBARU — Rapat Koordinasi (Rakor) pengendalian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di Provinsi Riau, Rabu pagi (23/7/2025), mendadak diwarnai insiden tak biasa. Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup RI, Raja Juli Antoni, secara langsung meminta para wartawan keluar ruangan sebelum sesi utama rapat dimulai.

Acara yang digelar di Balai Serindit, Gedung Daerah Riau, Jalan Diponegoro, Kota Pekanbaru itu, sejatinya menghadirkan sejumlah pejabat tinggi, seperti Menteri LHK Hanif Faisol, Pangdam Bukit Barisan, serta Gubernur Riau Abdul Wahid. Namun perhatian publik justru tersedot ke tindakan Menhut Raja Juli yang meminta awak media menghentikan liputan dan meninggalkan ruangan.

“Untuk lebih detail pembicaraannya, saya mohon rekan-rekan media cukup dulu liputannya. Nanti di akhir acara kami akan lakukan press conference terhadap apa yang dicapai, dan rencana apa untuk pemadaman api di Riau,” ujar Raja Juli dari podium utama, sebelum mengarahkan secara eksplisit agar media keluar dari forum rapat.

Pintu Dikunci dari Luar Usai Media Keluar

Tak berselang lama, sejumlah petugas protokol Pemerintah Provinsi (Pemprov) Riau tampak sigap mendatangi barisan kursi wartawan dan mengarahkan mereka keluar dari ruangan Balai Serindit. Awak media yang semula telah mengambil posisi dan peralatan liputan, terpaksa menghentikan kegiatan jurnalistiknya.

Yang lebih mengundang perhatian, setelah seluruh awak media meninggalkan ruangan, petugas kebersihan Gedung Daerah Riau diketahui langsung mengunci pintu utama dari luar. Situasi ini sontak memicu kekecewaan dan bahkan kecaman dari sejumlah jurnalis yang hadir.

“Kami sudah biasa meliput rakor Karhutla di Riau sejak beberapa tahun terakhir. Tak pernah ada pembatasan seperti ini,” ujar seorang jurnalis media nasional, yang enggan disebutkan namanya.

Ia menyebut, tindakan mengusir media dari forum resmi pemerintah, terlebih berkaitan dengan isu krusial seperti penanganan Karhutla, adalah langkah mundur dalam keterbukaan informasi publik.

Rakor Biasanya Terbuka, Kini Tertutup

Rakor Karhutla selama ini merupakan forum yang umumnya terbuka bagi media, terutama pada sesi-sesi penting seperti pemaparan data hotspot, strategi pemadaman, hingga upaya penegakan hukum terhadap pembakar lahan.

Namun kali ini, keputusan Menhut Raja Juli membuat semua proses rapat berlangsung secara tertutup, tanpa ada kesempatan bagi jurnalis menyimak dinamika diskusi yang sebenarnya sangat penting untuk disampaikan ke publik.

“Jika ada informasi sensitif, itu bisa disampaikan tertutup antar lembaga. Tapi bagian yang menyangkut kepentingan publik seharusnya tetap bisa diliput,” ujar aktivis lingkungan lokal dari Forum Riau Hijau, yang memantau agenda tersebut dari luar.

Ia menilai, pengendalian Karhutla bukan sekadar urusan internal, melainkan soal keterlibatan semua pihak, termasuk media sebagai mata publik.

Konferensi Pers Dijanjikan, Tapi Dipertanyakan

Menhut Raja Juli Antoni beralasan bahwa press conference akan diadakan setelah rapat berakhir. Namun, hingga pukul 13.30 WIB, sejumlah wartawan mengaku belum mendapat kepastian waktu dan tempat konpers tersebut, sehingga menambah kekecewaan atas sikap pemerintah.

“Kita datang dari pagi untuk meliput rapat penting ini. Tapi ujungnya malah diusir, lalu dibiarkan tanpa kejelasan. Kami bukan musuh dalam forum ini,” ucap wartawan media lokal.

Beberapa awak media bahkan mulai mempertanyakan komitmen transparansi pemerintah dalam menangani isu strategis seperti Karhutla. Terlebih, saat ini Riau tengah memasuki musim kemarau, dengan risiko kebakaran yang tinggi terutama di lahan gambut.

Pemerintah Harus Terbuka

Insiden ini turut disorot kalangan akademisi. Dosen komunikasi publik dari salah satu universitas di Pekanbaru menyebut tindakan seperti ini kontraproduktif dengan semangat keterbukaan informasi.

“Kalau komunikasi publik tidak dijaga, kepercayaan masyarakat bisa hilang. Media adalah bagian dari solusi, bukan pengganggu,” tegasnya.

Menurutnya, media memiliki peran vital untuk menjembatani informasi antara pemerintah dan masyarakat, khususnya dalam situasi krisis lingkungan seperti Karhutla.

Riau Masih Rawan Api

Perlu diketahui, hingga pertengahan Juli 2025, sejumlah wilayah di pesisir Riau seperti Rokan Hilir, Bengkalis, dan Siak mulai menunjukkan peningkatan titik panas (hotspot) berdasarkan pantauan BMKG dan satelit Terra-Aqua.

Pemadaman dini dan patroli udara menjadi strategi utama. Namun tanpa keterlibatan informasi publik yang memadai, banyak pihak khawatir pencegahan akan sulit dikawal secara efektif. (woke4)

Bagikan Berita Ini