SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hotspot Sumatera Meningkat: Riau Urutan Kedua dengan 45 Titik, Ini Daftar Lengkapnya

Oleh Ferdi Putra - Reporter
3 Menit Membaca
Update peta hotspot di Provinsi Riau pada Selasa (29/7/2025) BMKG mencatat sebaran titik panas atau hotspot di Pulau Sumatera kembali naik, mencapai 249 titik.Dok. BMKG Sultan Syarif Kasim Pekanbaru

PEKANBARU — Peningkatan suhu dan cuaca kering di sejumlah wilayah Sumatera kembali menimbulkan lonjakan titik panas. Berdasarkan citra satelit yang dirilis BMKG pada Selasa (29/7/2025), total terdapat 249 hotspot tersebar di seluruh Pulau Sumatera.

Provinsi Aceh mencatat jumlah tertinggi dengan 115 titik. Di posisi kedua dan ketiga, masing-masing ditempati oleh Riau dan Sumatera Utara yang sama-sama mencatatkan 45 hotspot.

Menurut Gita Dewi S, prakirawan dari BMKG Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru, data tersebut diambil dari pengamatan satelit modis sejak pagi hingga siang.

“Dari total 249 hotspot di Sumatera, terbanyak berada di Provinsi Aceh dengan 115 titik. Disusul Riau dan Sumut dengan jumlah 45 titik panas,” jelasnya.

Sebaran Hotspot di Riau

Berikut rincian wilayah di Riau yang terpantau memiliki hotspot:

  • Rokan Hilir: 12 titik
  • Indragiri Hulu: 11 titik
  • Kepulauan Meranti: 10 titik
  • Pelalawan: 9 titik
  • Indragiri Hilir: 1 titik
  • Dumai: 1 titik
  • Kampar: data belum masuk

Kondisi ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah untuk segera melakukan langkah pencegahan kebakaran hutan dan lahan.

Provinsi Lain Juga Waspada

Sementara Aceh dan Riau mencatat angka tertinggi, wilayah lain di Sumatera juga tidak luput dari sebaran titik panas:

  • Sumatera Selatan: 20 titik
  • Jambi: 14 titik
  • Bangka Belitung: 5 titik
  • Lampung: 4 titik
  • Sumatera Barat: 1 titik

Pola cuaca kering yang berkepanjangan menjadi salah satu faktor utama meningkatnya suhu permukaan di berbagai daerah tersebut.

Imbauan untuk Tidak Membakar Lahan

Meski keberadaan hotspot belum otomatis menunjukkan adanya kebakaran, BMKG tetap mengingatkan agar masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan secara sembarangan.

“Kewaspadaan tetap perlu ditingkatkan terutama memasuki puncak musim kemarau,” tegas Gita.

Antisipasi dan Mitigasi Harus Ditingkatkan

Untuk menghindari dampak lebih luas dari kebakaran hutan dan lahan, semua pihak harus bersinergi. Masyarakat, pemerintah daerah, serta aparat penegak hukum perlu meningkatkan pengawasan dan sosialisasi.

Penggunaan metode pertanian yang ramah lingkungan, peningkatan patroli, serta edukasi publik menjadi langkah yang harus segera diambil guna mencegah kerugian yang lebih besar.

Tingginya angka hotspot di Sumatera, terutama Riau, menunjukkan bahwa ancaman karhutla masih nyata. Dengan kemarau yang terus berlangsung, kewaspadaan dan tindakan preventif harus menjadi prioritas utama demi menjaga keselamatan lingkungan dan masyarakat.(woke1)

Bagikan Berita Ini