JAKARTA — Pemeriksaan Kementerian Perdagangan (Kemendag) terhadap beras premium kembali mengungkap fakta mengejutkan: dari 10 merek yang diperiksa, hanya satu yang memenuhi standar mutu. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa beras bermutu rendah masih banyak beredar dengan label premium di pasaran.
Hal itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, dalam keterangan tertulis, Senin (14/7/2025).
“Hasil pemeriksaan mutu terhadap 10 merek beras premium yang diolah datanya, hanya 1 merek yang memenuhi persyaratan mutu beras premium,” kata Moga.
35 Kemasan Diperiksa, Mayoritas Bermasalah
Pemeriksaan dilakukan terhadap 35 kemasan beras dari 10 merek berbeda yang dibeli pada April 2025. Hasilnya 29 sampel memiliki nomor pendaftaran dan mengklaim beras premium, 1 sampel tidak memiliki nomor pendaftaran, tergolong sebagai beras khusus. Selain itu 5 sampel lainnya tanpa nomor pendaftaran dan tidak mencantumkan kelas mutu
Temuan ini memperkuat indikasi bahwa produsen dan pengemas masih mengabaikan aturan standar mutu, bahkan dalam produk yang diklaim sebagai “premium.”
Sanksi dan Pembinaan
Kemendag telah menjatuhkan sanksi administratif berupa surat teguran kepada pengusaha yang terbukti melanggar. Selain itu, mereka juga diikutsertakan dalam pembinaan daring yang digelar oleh Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Indonesia (Perpadi) pada 17 April 2025.
Kemendag memastikan akan terus memantau penerapan hasil pembinaan tersebut, termasuk memeriksa Surat pernyataan pemenuhan regulasi oleh pelaku usaha dan Tera ulang timbangan untuk pengendalian mutu di lini produksi
Pelanggaran Kuantitas Sebelumnya Ditemukan
Ini bukan pertama kalinya Kemendag menemukan pelanggaran. Pada Maret 2025, PKTN juga menemukan 30 dari 98 produk beras di 62 kabupaten/kota memiliki kuantitas tak sesuai aturan. Pelanggaran semacam ini meliputi berat beras yang lebih ringan dari label kemasan.
Regulasi yang Jadi Acuan
Pengawasan ini merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 29 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan, khususnya yang mengatur tentang barang dalam keadaan terbungkus (BDKT).
Temuan ini menguatkan sinyal bahwa label “premium” di pasaran belum bisa sepenuhnya dipercaya. Lemahnya kontrol di sisi hulu—terutama di level pengemasan dan distribusi—membuat konsumen berisiko membeli produk yang tidak sesuai standar meski sudah membayar lebih.
Kemendag telah bergerak, namun jika sanksi administratif hanya berhenti pada surat teguran dan pembinaan, maka efek jera sulit dicapai. Perlu tindakan lebih tegas, seperti publikasi nama pelanggar, penarikan produk bermasalah, hingga pencabutan izin usaha untuk pelanggaran berulang. (woke8)


