PEKANBARU – Polda Riau melalui Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) terus mendalami dugaan penyelewengan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) senilai hampir Rp19,5 miliar yang dikelola oleh PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (SPRH), sebuah Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) milik Pemkab Rokan Hilir.
Kasus ini telah resmi naik status dari penyelidikan ke penyidikan, menandakan ditemukannya unsur dugaan tindak pidana dalam proses distribusi dana CSR tersebut.
“Saat ini sudah masuk tahap penyidikan. Pemeriksaan saksi-saksi masih berlangsung di Rokan Hilir,” ujar Dirreskrimsus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro Ridwan, Selasa (22/7/2025).
Dana CSR Diduga Tak Sampai ke Masyarakat Sesuai Nilai Resmi
Informasi yang dihimpun menyebutkan bahwa dana CSR yang menjadi sorotan berasal dari bagi hasil kerja sama PT Riau Petroleum dengan Pertamina Hulu Rokan (PHR) untuk tahun anggaran 2024, dengan nilai mencapai Rp19.527.000.000.
Dana tersebut seharusnya disalurkan kepada kelompok masyarakat melalui skema hibah yang mencakup berbagai kalangan, mulai dari organisasi sosial, kelompok tani, lembaga pendidikan, rumah ibadah, hingga rumah tahfidz yang tersebar di 18 kecamatan di wilayah Rokan Hilir.
Namun dalam praktiknya, muncul dugaan bahwa sebagian penerima hanya memperoleh sebagian kecil dari dana yang semestinya mereka terima. Salah satu contoh mencolok datang dari sebuah yayasan di Panipahan, Kecamatan Pasir Limau Kapas, yang hanya menerima Rp75 juta dari nilai resmi Rp300 juta.
“Kami masih fokus pada pemeriksaan saksi-saksi, belum ke tahap perhitungan kerugian negara,” ungkap Kombes Ade, menegaskan bahwa penyidikan masih berlangsung untuk mengumpulkan alat bukti.
Sudah 60 Saksi Diperiksa, Kasus Berpotensi Meluas
Polda Riau telah memeriksa sekitar 60 orang saksi yang terdiri dari berbagai latar belakang, termasuk pihak eksternal di luar PT SPRH. Langkah ini diambil untuk memetakan alur distribusi dana dan mengidentifikasi potensi penyimpangan dalam prosesnya.
Penelusuran ini menjadi bagian dari upaya membongkar pola dugaan korupsi berjamaah yang memanfaatkan program CSR sebagai sarana penyaluran dana ke pihak-pihak yang belum tentu berhak atau dengan jumlah yang tak sesuai.
Kasus Kedua yang Libatkan PT SPRH
Ini bukan kali pertama PT SPRH terseret dalam kasus dugaan korupsi. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau sebelumnya juga tengah menyelidiki persoalan pengelolaan dana Participating Interest (PI) 10 persen dari kerja sama migas dengan nilai yang jauh lebih besar, yakni lebih dari Rp551 miliar sepanjang 2023 hingga 2024.
Dua perkara besar yang menyeret nama PT SPRH ini membuka ruang evaluasi lebih dalam terhadap transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana publik oleh BUMD, serta efektivitas pengawasan pemerintah daerah terhadap entitas usaha miliknya.
Apabila terbukti bersalah, kasus ini berpotensi menambah daftar panjang praktik penyalahgunaan dana CSR oleh entitas milik negara maupun daerah yang seharusnya diperuntukkan bagi pemberdayaan masyarakat dan pembangunan sosial.
Investigasi lebih lanjut akan menentukan apakah ada unsur pidana korupsi kolektif, manipulasi dokumen hibah, atau penyalahgunaan wewenang dalam struktur internal PT SPRH maupun pihak eksternal yang terlibat. (woke9)