JAKARTA — Meski tengah disorot karena kasus dugaan pengoplosan beras, sejumlah merek dari empat produsen besar masih beredar bebas di toko-toko ritel modern kawasan Jakarta. Keempat produsen tersebut—Wilmar Group, PT Food Station Tjipinang Jaya, PT Belitang Panen Raya, dan PT Sentosa Utama Lestari (Japfa Group)—kini dalam pemeriksaan Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.
Keempat perusahaan ini tercatat memiliki merek-merek beras ternama yang selama ini menyuplai banyak jaringan ritel besar di Indonesia:
- Wilmar Group: Sania, Sovia, Fortune
- PT Food Station: FS Japonica, FS Setra Ramos, Alfamart Sentra Pulen, Indomaret Beras Pulen Wangi
- PT Belitang Panen Raya: Raja Ultima, Raja Platinum, RAJA
- Japfa Group: Ayana
Beras Oplosan Masih Terpajang di Rak
Pantauan di berbagai toko ritel modern di Jakarta Selatan menunjukkan bahwa beberapa produk dari produsen yang tengah diselidiki masih terpajang dan dijual secara terbuka. Misalnya:
- Alfamidi Jalan Kebayoran Lama: Menjual Raja Ultima dan Raja Platinum seharga Rp74.000–Rp74.500 per 5 kg.
- Alfamart Palmerah Barat: Menjual Sania (Wilmar Group) seharga Rp74.500 per 5 kg.
- Indomaret Palmerah Barat: Menawarkan beras merek sendiri, tapi tidak ditemukan merek dari keempat produsen besar tersebut.
Sementara di Indomaret kawasan Patal Senayan, tidak ditemukan merek-merek dari produsen yang tengah diperiksa.
Ritel: Kami Hanya Ikut Kontrak, Bukan Pemeriksa Mutu
Pihak ritel modern pun akhirnya angkat bicara. Solihin, Direktur Corporate Affairs PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (Alfamart) sekaligus Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), menegaskan bahwa ritel tidak memiliki peran dalam menentukan mutu beras.
“Kita membeli atas satu perjanjian. Di dalam perjanjian itu jelas tertera berasnya kategori premium,” ujar Solihin, Senin (14/7/2025).
Ia menekankan bahwa peritel hanya berkontrak dengan produsen dan tidak memiliki kemampuan teknis untuk menguji kualitas beras yang dikemas.
“Beras itu makanan pokok kita. Tapi saya juga sebagai peritel nggak mau merugikan masyarakat,” ujarnya.
Solihin juga menyatakan bahwa pihaknya siap menarik produk dari rak jika terbukti ada pelanggaran atau jika otoritas memerintahkan penarikan.
“Kalau ada ketentuan dari siapapun yang berhak menyatakan bahwa produk ini ditarik, saya siap,” tegasnya.
Stok Langka, Konsumen Jadi Korban?
Dalam kondisi saat ini, Solihin mengakui bahwa ketersediaan beras di ritel sulit dipenuhi. Permintaan tinggi, sementara suplai berkurang, terlebih di tengah kekhawatiran soal beras oplosan.
“Kami tengah berkoordinasi dengan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi untuk merumuskan skema pemenuhan stok beras bagi ritel modern,” katanya.
Solihin juga meminta publik memahami posisi peritel yang sebenarnya hanya menerima barang dalam kemasan, tanpa membuka atau menguji isinya.
“Kadar airnya seperti apa, bisa nggak kita tahu? Itu dalam kemasan. Kita nggak pernah buka selama ini,” pungkasnya.
Warga Pekanbaru Khawatir
Kekhawatiran beredarnya beras oplosan tidak hanya dirasakan di Jakarta. Di Pekanbaru misalnya, masyarakat mulai selektif dalam memilih beras, khususnya saat membeli di ritel modern.
“Kami bingung. Merek yang kini dibilang oplosan itu sudah kami gunakan bertahun-tahun,” ujar Muskidi, warga Tangkerang Barat, Pekanbaru.
Dia menambahkan, sebagai masyarakat di perkotaan, dia tidak punya banyak opsi untuk memilih beras. Namun demikian, setelah berita ini mencuat, dia mengaku akan lebih memilih beras lokal.
“Beras Sumbar (Sumatera Barat, -red) mungkin yang akan kami beli. Itu pun tidak di minimarket. Kami beli dari toko harian saja. Sepertinya lebih terjamin. (woke8)