JAKARTA – Di tengah ketidakpastian ekonomi global, Indonesia justru menunjukkan capaian yang cukup impresif dalam menggerakkan investasi domestik maupun asing. Data terbaru dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI mengungkap, realisasi investasi nasional pada kuartal I 2025 mencapai Rp465,2 triliun. Angka ini setara dengan 24,4 persen dari target tahunan yang ditetapkan Presiden Prabowo Subianto.
Yang menarik, sektor pariwisata dan jasa terkait tercatat memberi kontribusi signifikan, yakni Rp41 triliun. Pencapaian ini menjadi penegas bahwa industri pariwisata Indonesia kian menarik di mata investor, baik dari dalam maupun luar negeri.
Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi/Wakil Kepala BKPM Todotua Pasaribu, dalam kunjungannya ke Batam awal Juni 2025, menyampaikan optimisme tersebut secara terbuka.
“Data realisasi investasi Indonesia untuk kuartal pertama tahun ini menunjukkan pencapaian sebesar Rp465,2 triliun atau 24,4 persen dari target Presiden. Sektor jasa lainnya menjadi kontributor terbesar keempat, di mana pariwisata termasuk di dalamnya,” ujarnya.
Mesin Pendorong Investasi

Capaian ini bukan terjadi secara kebetulan. BKPM, di bawah komando Rosan Perkasa Roeslani, telah merancang strategi dan sistem pendukung untuk mempermudah sekaligus mempercepat proses investasi.
Salah satu faktor kunci adalah keterbukaan data. Melalui portal resmi https://bkpmri.id/, pemerintah menghimpun dan menampilkan data investasi secara komprehensif. Transparansi ini menjadi sinyal positif bagi pelaku usaha, sekaligus membangun rasa percaya investor bahwa proses investasi di Indonesia semakin jelas dan terukur.
Selain itu, penerapan Online Single Submission (OSS) dengan mekanisme Fiktif Positif juga menjadi terobosan penting. Fiktif Positif adalah konsep hukum administrasi yang menyatakan bahwa jika permohonan perizinan tidak ditanggapi dalam batas waktu tertentu oleh pejabat tata usaha negara, maka permohonan dianggap disetujui secara hukum. Mekanisme ini memotong birokrasi yang selama ini dianggap sebagai penghambat investasi. Gabungan antara keterbukaan data dan percepatan proses perizinan tersebut menjadi fondasi penting yang membuat investor merasa lebih aman dan efisien dalam berbisnis di Indonesia.
Kedua mesin tadi kemudian diperkuat dengan sinergi kementerian terkait, khususnya sektor pariwisata dalam mempromosikan potensi sektor ini. Peta peluang investasi ke Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DSP) benar-benar membuat dunia melirik Indonesia sebagai Kawasan yang potensial.
Indonesia Semakin Proaktif

April 2025 lalu, langkah proaktif Indonesia di sektor pariwisata mendapatkan pengakuan internasional. Sekretaris Jenderal UN Tourism, Zurab Pololikashvili, memuji Indonesia sebagai negara pertama di Asia-Pasifik yang meluncurkan panduan Tourism Doing Business: Investing in Indonesia.
“Strategi proaktif Indonesia menjadikan destinasi sebagai mesin pertumbuhan inklusif dan berkelanjutan,” ujar Pololikashvili dalam peluncuran panduan tersebut di Jakarta.
Menanggapi hal ini, Menteri Pariwisata Widiyanti Putri Wardhana menjelaskan bahwa panduan setebal ratusan halaman tersebut berfungsi sebagai roadmap bagi para investor. Isinya mencakup tidak hanya peluang bisnis, tetapi juga tata kelola investasi berkelanjutan dengan prinsip rendah karbon.
Strategi ini sejalan dengan kebijakan LTS-LCCR 2050 (Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience), serta pemanfaatan instrumen pendanaan hijau seperti green bonds dan green sukuk.
Destinasi Super Prioritas dan Wilayah Potensial

BKPM bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah menetapkan lima Destinasi Super Prioritas (DSP), yakni Borobudur, Labuan Bajo, Mandalika, Danau Toba, dan Likupang. Kawasan ini menjadi fokus pengembangan karena memiliki potensi besar untuk menarik wisatawan mancanegara maupun domestik.
Selain DSP, ada tiga kawasan strategis lain yang disebut greater areas, yakni Jakarta, Bali, serta Kepulauan Riau–Ibu Kota Nusantara (IKN). Lokasi-lokasi ini tidak hanya mengandalkan keindahan alam, tetapi juga mengusung konsep pariwisata berkelas dunia dengan fasilitas memadai.
Jenis investasi yang ditawarkan pun beragam. Mulai dari pembangunan akomodasi mewah untuk wisatawan global, fasilitas MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions), ekowisata, hingga startup berbasis teknologi yang mendukung layanan wisata. Pemerintah juga membuka peluang bagi investasi infrastruktur pendukung, seperti akses dari bandara ke kawasan wisata, dermaga, dan fasilitas transportasi publik.
Pertumbuhan Pasca Pandemi

Laporan UN Tourism mencatat, sejak 2018 Indonesia telah menerima investasi di sektor pariwisata senilai USD 16,1 miliar. Dari jumlah tersebut, USD 10,5 miliar merupakan investasi domestik dan USD 5,6 miliar berasal dari penanaman modal asing.
Sektor ini juga termasuk yang paling cepat pulih setelah terpukul pandemi COVID-19. Tahun 2024, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara mencapai 13,9 juta, belum termasuk wisatawan domestik yang jumlahnya ratusan juta perjalanan per tahun.
Pulihnya arus kunjungan wisatawan ini memperkuat prospek sektor pariwisata di mata investor. Dengan tren pemulihan yang stabil, ditambah strategi pemasaran destinasi yang agresif, sektor ini diperkirakan akan terus bertumbuh dalam beberapa tahun mendatang.
Target Ambisius dan Tantangan

BKPM telah menetapkan target jangka panjang yang ambisius: kontribusi sektor pariwisata terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional diharapkan melampaui 6 persen pada 2030. Untuk mencapainya, diperlukan sinergi lintas kementerian, kerja sama internasional, serta konsistensi dalam menjaga kepercayaan pasar.
Wakil Menteri Todotua Pasaribu menegaskan pentingnya stabilitas dan komitmen pemerintah.
“Konsistensi dalam membangun kepercayaan pasar adalah kunci,” ujarnya.
Selain itu, keberlanjutan lingkungan juga menjadi faktor yang semakin diperhatikan. Banyak investor kini menuntut proyek pariwisata yang ramah lingkungan dan memberi manfaat sosial bagi masyarakat lokal.
Bagi investor, peluang di sektor pariwisata Indonesia bukan sekadar potensi keuntungan finansial. Konsep yang diusung pemerintah adalah triple bottom line: keuntungan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan manfaat sosial.
Pembangunan destinasi yang terencana dengan baik diharapkan tidak hanya menguntungkan pemodal, tetapi juga membuka lapangan kerja, memperkuat ekonomi daerah, dan menjaga kelestarian budaya serta alam setempat.
Dengan semua faktor pendukung ini—mulai dari perbaikan regulasi, strategi pemasaran global, dukungan infrastruktur, hingga komitmen pada keberlanjutan—pariwisata Indonesia tampak siap melangkah ke babak baru.
Dan seperti yang ditunjukkan data kuartal I 2025, skeptisisme terhadap potensi investasi di sektor ini agaknya mulai kehilangan pijakan. Pariwisata Indonesia kini bukan hanya cerah di atas kertas, tapi bersinar di mata investor dunia. (woke1)