PEKANBARU — Wali Kota Pekanbaru, Agung Nugroho, murka. Ia tidak bisa menyembunyikan kekesalannya saat mendengar laporan bahwa sejumlah masyarakat harus membayar belasan hingga puluhan juta rupiah hanya untuk bisa bekerja sebagai Tenaga Harian Lepas (THL) di instansi milik pemerintah.
Puluhan tenaga harian Rumah Sakit Daerah (RSD) Madani Pekanbaru secara terbuka mengaku dimintai uang oleh pihak tertentu untuk bisa mendapatkan posisi sebagai THL. Nilainya tak main-main: mulai dari Rp15 juta hingga Rp50 juta.
Mendengar pengakuan itu, Agung langsung menginstruksikan langkah tegas. Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Pekanbaru diperintahkan untuk mengusut tuntas, termasuk mengidentifikasi oknum yang bermain di balik praktik percaloan jabatan ini.
“Saya sudah minta Sekda untuk usut tuntas. Semua yang terlibat harus diungkap. Bila tidak ada perubahan atau solusi, ini akan kami bawa ke ranah pidana. Bisa kami laporkan ke polisi,” ujar Agung, Rabu (23/7/2025).
Instruksi Langsung Usai Pertemuan Tertutup
Laporan soal jual-beli posisi THL pertama kali diterima Agung secara langsung saat mengumpulkan seluruh THL di RSUD Madani. Dalam pertemuan itu, beberapa di antaranya menyampaikan keluhan soal uang “pelicin” yang harus disetor kepada pihak tertentu agar bisa diterima bekerja.
Mendengar langsung cerita dari mulut para korban, Agung tak menunggu lama. Ia memutuskan melakukan perombakan internal dan membenahi manajemen sumber daya manusia (SDM) di lingkungan rumah sakit dan Pemko secara umum.
“Saya langsung perintahkan pembenahan. Kita tidak bisa biarkan praktik-praktik ini mencederai kepercayaan masyarakat. Pemerintah seharusnya menjadi tempat pengabdian, bukan ajang jual-beli kursi,” katanya.
Peringatan Keras untuk ASN: Stop Jual Jabatan!
Tidak hanya kepada oknum calo THL, Agung juga melempar peringatan keras kepada para Aparatur Sipil Negara (ASN) yang mencoba-coba bermain mata dalam perekrutan tenaga honorer.
Ia bahkan menyebut, jika ada ASN yang menjanjikan masyarakat untuk masuk sebagai THL dengan imbalan uang, maka pihaknya tak akan segan-segan menyeret mereka ke jalur hukum.
“Saya minta masyarakat juga jangan mudah tergoda. Jangan mau diiming-imingi jabatan dengan uang. Dan saya ingatkan, jangan juga kalian yang mencoba mengiming-imingi ASN kami untuk memasukkan anak atau keluarga menjadi THL,” tegasnya.
Tak hanya soal THL, Agung juga menyentil para ASN yang tergiur posisi struktural dan memilih ‘jalan pintas’ dengan membayar uang kepada pihak tertentu.
“Saya tegaskan, jangan coba-coba bayar ke sana kemari untuk dapat jabatan. Saya jamin, tidak akan bisa. Bahkan kepada tim sukses saya sendiri, mau bayar berapa pun tetap tidak akan bisa,” kata Agung dengan nada tinggi.
Janji Bersih-bersih Pemko
Di tengah sorotan publik atas kinerja dan moralitas ASN di lingkungan Pemko Pekanbaru, Agung menegaskan dirinya akan memegang prinsip transparansi dan meritokrasi. Hanya ASN yang menunjukkan loyalitas dan kemampuan dalam melayani masyarakat yang akan mendapatkan kepercayaan.
“Kita fair. Yang mau bekerja, yang serius melayani masyarakat, percayalah, akan saya beri amanah. Tapi bagi yang main uang dan cari celah, saya pastikan tidak ada tempat,” tegas Agung.
Pola Lama yang Akan Diputus
Praktik jual beli jabatan, baik untuk THL maupun posisi struktural di ASN, bukan barang baru di banyak daerah. Namun Agung Nugroho menegaskan, masa itu harus diakhiri. Ia ingin membangun pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berorientasi pada pelayanan publik.
Ia bahkan mengisyaratkan akan membentuk mekanisme pengaduan langsung agar masyarakat bisa melaporkan secara anonim jika menemukan praktik serupa. Tujuannya adalah agar oknum-oknum tak bisa lagi sembunyi di balik sistem birokrasi yang selama ini kerap sulit ditembus.
“Ini bukan soal siapa yang kenal siapa. Ini soal keadilan dan tanggung jawab moral. Kalau Pemko bersih, maka masyarakat akan kembali percaya,” ucap Agung.
Sinyal Perubahan, Tapi Jalan Masih Panjang
Langkah Agung mengungkap praktik percaloan THL ini memberi sinyal kuat bahwa Pemko Pekanbaru sedang bersiap melakukan reformasi birokrasi dari dalam. Namun jalan menuju birokrasi yang bersih tentu tidak mudah.
Praktik kotor yang sudah berlangsung bertahun-tahun kemungkinan tak akan berhenti hanya dengan satu instruksi. Akan dibutuhkan konsistensi, sistem pengawasan yang transparan, serta keberanian untuk menindak tanpa pandang bulu.
Untuk sementara, publik menunggu. Jika benar kasus ini diusut tuntas dan dibawa ke jalur hukum, Agung Nugroho bisa menjadi pionir kepala daerah yang tak segan ‘menyapu lantai rumahnya sendiri’. (Woke2)