Helikopter Water Bombing Rusak, Riau Hadapi Karhutla Tanpa Kekuatan Udara

Oleh Rio Narendra - Reporter
3 Menit Membaca
RUSAK - Helikopter jenis MI yang menjadi andalan BPBD Riau menanggulangi kebakaran hutan dan lahan kini justru rusak dan tidak beroperasi.

PEKANBARU – Riau tengah berjibaku melawan gelombang kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang meluas cepat, namun justru di saat genting ini, helikopter water bombing andalan provinsi mengalami kerusakan dan tidak bisa beroperasi.

Helikopter jenis MI itu selama ini menjadi senjata utama dalam memadamkan titik-titik api di kawasan sulit seperti lahan gambut, perbukitan, dan lokasi tanpa akses air memadai.

“Heli masih dalam perbaikan, dan kami sedang menunggu onderdil dari Amerika,” ujar Kepala BPBD Riau, Edi Afrizal, Minggu (20/7/2025). Ia mengaku belum bisa memastikan kapan unit tersebut kembali siap terbang.

Tanpa Udara, Tim Darat Kewalahan

Ketidakhadiran helikopter membuat petugas gabungan dari BPBD, Manggala Agni, TNI, dan Polri bekerja ekstra keras hanya dengan peralatan darat seadanya. Cuaca panas, angin kencang, dan medan curam memperparah situasi.

Di lapangan, pemadaman hanya mengandalkan pompa air portabel dan peralatan manual, sementara titik api terus menjalar, terutama di wilayah pesisir dan perbukitan antarkabupaten.

“Wilayah seperti Rokan Hulu dan Rokan Hilir makin sulit dikendalikan. Tanpa dukungan udara, kecepatan tim menurun drastis,” kata salah satu petugas pemadam yang enggan disebut namanya.

Bantuan Heli dari Sumsel

Sebagai alternatif sementara, satu unit helikopter bantuan dari Sumatera Selatan dijadwalkan mendarat di Riau hari ini. Namun, Gubernur Riau, Abdul Wahid, mengakui langkah itu belum cukup untuk mengimbangi kondisi lapangan yang kian memburuk.

“Kami sudah ajukan tambahan heli ke BNPB dan juga mitra internasional. Tapi prosesnya tak instan,” ujarnya. Ia menambahkan bahwa modifikasi cuaca dan koordinasi lintas instansi terus dilakukan sebagai langkah darurat.

Riau Waspada Kabut Asap Kembali

Pemerintah Provinsi Riau mengingatkan agar tidak ada pembakaran lahan, sekecil apa pun. Situasi ini mengingatkan banyak pihak pada krisis kabut asap tahun 2019, ketika aktivitas sekolah, transportasi, hingga kesehatan publik lumpuh.

“Kita tidak ingin mengulang bencana itu lagi. Masyarakat harus sadar, satu percikan bisa berujung bencana,” tegas Gubernur.

BMKG sebelumnya melaporkan lonjakan titik panas secara drastis di Riau, dengan Rokan Hulu dan Rokan Hilir sebagai wilayah penyumbang hotspot tertinggi. Saat ini kualitas udara di beberapa titik sudah memasuki kategori tidak sehat bagi kelompok rentan. (woke1)

Bagikan Berita Ini
Tidak ada komentar

Tinggalkan Komentar