SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejagung Bongkar Peran 9 Tersangka dalam Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina

M. Faheem Eshaq - Senior Editor Wartaoke.net
Oleh M. Faheem Eshaq - Senior Editor
4 Menit Membaca
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar dalam ekspose tersangka korupsi Pertamina,

Jakarta – Kejaksaan Agung RI mengungkap peran sembilan tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah di PT Pertamina (Persero). Skandal ini ditengarai berlangsung secara sistematis selama lima tahun terakhir dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp285 triliun.

Sembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka berasal dari berbagai latar belakang, mulai dari pejabat aktif dan mantan petinggi Pertamina hingga pihak swasta yang berperan sebagai mitra pengadaan dan logistik.

“Ini bukan kasus biasa. Ini bentuk kejahatan kerah putih yang dilakukan secara kolektif dan terstruktur, melibatkan sejumlah pejabat strategis dan pengusaha,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar, dalam keterangannya, Kamis (11/7).

Rincian Peran Para Tersangka

Berikut uraian peran masing-masing tersangka dalam skema dugaan korupsi yang menyeret BUMN sektor energi tersebut:

  • AN
    Mantan Vice President Supply & Distribution Pertamina dan eks Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga ini diduga menyewa Terminal BBM Merak (PT OTM) secara tidak sah. Ia juga disebut menyusun formula kompensasi harga Pertalite yang merugikan keuangan negara, serta menjual solar di bawah harga pasar kepada pihak swasta dan BUMN.
  • HB
    Sebagai Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina pada 2014, HB terlibat dalam penunjukan langsung kerja sama penyewaan terminal tanpa proses lelang. Ia diduga turut merancang kontrak sewa dengan tarif tinggi yang merugikan negara.
  • TN
    TN, yang kini menjabat sebagai Direktur Utama PT Industri Baterai Indonesia, menyetujui pengadaan impor minyak dari pemasok yang bermasalah secara legal. Salah satu perusahaan bahkan diketahui telah dikenai sanksi ketika transaksi dilakukan.
  • DS
    Eks Vice President Crude & Product Trading ISC Pertamina ini dilaporkan mengekspor minyak mentah milik negara yang masih dibutuhkan di dalam negeri. Ironisnya, dalam waktu yang sama, DS juga mengimpor minyak dari luar dengan harga lebih tinggi.
  • AS
    Direktur di PT Pertamina International Shipping tersebut diduga merekayasa tender penyewaan kapal agar dimenangkan oleh perusahaan tertentu. Ia juga menaikkan nilai sewa hingga 13 persen dari harga pasar.
  • HW
    Mantan pejabat senior ISC Pertamina ini disebut berperan dalam menunjuk perusahaan asing, Trafigura, sebagai mitra pengadaan gasoline tahun 2021, padahal perusahaan itu tidak terdaftar dalam daftar mitra resmi Pertamina.
  • MH
    Pihak swasta dari Trafigura, MH, diduga menjadi penerima manfaat dari penunjukan langsung ilegal tersebut. Ia aktif dalam proses pengadaan dan diduga turut mengatur jalannya transaksi.
  • IP
    Perwakilan dari PT Mahameru Kencana Abadi ini berperan dalam pengangkutan minyak mentah dari Afrika menggunakan kapal Olympic Luna. Ia diduga menaikkan harga penawaran hingga 15 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
  • MRC
    Pemilik PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak ini disebut ikut memengaruhi kebijakan pengelolaan aset Pertamina dengan mendorong penyewaan terminal miliknya, meski saat itu tidak ada kebutuhan penyimpanan tambahan.

Masih Ada Pengembangan

Kejaksaan Agung memastikan penyidikan belum berhenti. Proses pengumpulan alat bukti dan pelacakan aliran dana masih berlangsung untuk mengungkap kemungkinan keterlibatan pihak lain dalam jaringan korupsi ini.

“Kami terus telusuri aliran dana dan kemungkinan adanya tersangka baru. Ini kasus besar yang melibatkan banyak entitas, baik di dalam negeri maupun luar negeri.”

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Dr. Harli Siregar

Skala Kerugian yang Fantastis

Berdasarkan hasil audit internal dan temuan tim penyidik, nilai kerugian negara yang diakibatkan oleh praktik penyimpangan tata kelola ini mencapai Rp285 triliun. Nilai tersebut setara dengan hampir separuh total anggaran subsidi energi nasional dalam satu tahun.

Pengamat ekonomi energi menilai kasus ini mencerminkan lemahnya pengawasan internal dan sistem audit dalam pengelolaan sektor strategis nasional. Selain merugikan negara, kasus ini juga mengganggu stabilitas pasar energi dan kepercayaan publik terhadap BUMN. (woke11)

Bagikan Berita Ini