SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penghentian Peribadatan Gereja di Desa Petalongan Inhil Dinilai Inskonstitusional

M. Faheem Eshaq - Senior Editor Wartaoke.net
Oleh M. Faheem Eshaq - Senior Editor
3 Menit Membaca

Wartaoke.net, Keritang- Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (DPN Permahi) mengecam tindakan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Riau membubarkan  peribadahan di Gereja Pentakosta Di Indonesia (GPdI) Efata  di Dusun Sari Agung, Desa Petalongan, Kecamatan Keritang. Tindakan Pemkab Inhil lewat Satpol PP itu dinilai inkonstitusional atau melanggar undang-undang.

Hal itu dikatakan Ketua Dapartemen Penelitian dan Pengembangan Hukum DPN Permahi, Mangara Sijabat, Rabu (4/9/2019). Menurutnya, ada yang salah dalam tindakan yang dilakukan oleh Pemkab Inhil 25 Agustus 2019 lalu penghentian dan pembubaran peribadatan pada jemaat GPdi Efata yang juga videonya beredar luas di sosial media dan sempat menyita perhatian publik. 

“Tindakan Satpol PP Inhil itu  telah menciderai kebebasan beribadah di tenggah semangat bangsa untuk memupuk toleransi antar umat beragama,” kata Sijabat.

Dikatakan, kebebasan beragama, memeluk agama dan melaksanakan ibadahnya sesuai dengan kepercayaan masing-masing warga negara merupakan sudah menjadi hak mutlak dari setiap warga negara. Hal tersebut sudah sangat jelas diatur UUD 1945 dan UU No.39 Tahun 1999 tentang Hak Azasi Manusia.

Mangara Sijabat menambahkan seharusnya Pemkab Inhil lebih menekankan kepada jalur komunikasi yang intens antar pemangku kepentingan dalam menyikapi hal ini dengan bijaksana. Bukan malah mengambil tindakan tiba-tiba menghentikan dan membubarkan  peribadatan saat ibadah sedang berlangsung.

Tindakan itu  jelas menciderai kebebasan beragama. “asih ada cara lain yang lebih elegan yang dapat ditempuh. Karena masalah agama merupakan masalah yang sangat mendasar dan dapat memicu konflik jika salah dalam mengambil tindakan dalam penyelesaianya,” tuturnya.

Mangara Sijabat juga mengatakan terkait surat yang dikeluarkan Pemkab Inhil  No.800/BKBP-KIB/VII/2019/76150 Perihal penghentian pengunaan rumah tempat tinggal sebagai tempat peribadatan tanggal 7 Agustus 2019 tersebut dinilai inskontitusional dan bertentangan dengan pasal 29 ayat 2 UUD 1945  terkait dengan kebebasan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya masing-masing serta juga bertentangan dengan UU 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 

Dalam pasal Pasal 22 disebutkan Negara menjamin kemerdekaan setiap orang memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.

“Oleh sebab itu maka tindakan yang dilakukan oleh Pemkab Inhil melalui Polisi Pamong Praja merupakan Tindakan yang Inskontitusional dan patut kita kecam dan tidak dapat dibenarkan.  Itu sebuah tindakan yang tidak pantas dilakukan di tenggah semangat kita bersama saat ini untuk memupuk kebersamaan dan tolerasni beragama,” tuturnya.

Dia berharap ke depannya hal seperti ini tidak terjadi lagi. “Harus mengedepankan komunikasi yang intens antar pemangku kepentingan sehingga tidak menciderai rasa keadilan dalam masyarakat dan UUD 1945 serta presiden Joko Widodo harus tegas mengambil sikap dalam menyikapi hal-hal seperti ini pada pihak-pihak terkait,” tutup Mangara Sijabat. (Woke)

Bagikan Berita Ini