PEKANBARU – Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XVII Riau dan Kepulauan Riau, Dr. H. Nopriadi, mengimbau masyarakat agar lebih selektif dalam memilih perguruan tinggi, khususnya dalam Penerimaan Mahasiswa Baru (PMB) tahun akademik ini.
Peringatan tersebut disampaikan menyusul ditemukannya sembilan perguruan tinggi di wilayah Riau dan Kepri yang tidak lagi memenuhi syarat operasional karena tidak memiliki akreditasi, baik pada tingkat institusi maupun program studi (prodi). Perguruan tinggi tersebut dilarang menerima mahasiswa baru dan tidak diperbolehkan menyelenggarakan aktivitas akademik.
“Mahasiswa yang kuliah di kampus yang tidak terakreditasi tidak dapat diwisuda. Jika pun diwisuda oleh perguruan tinggi, maka ijazahnya tidak berlaku secara hukum,” tegas Dr. Nopriadi, Selasa (16/7/2025).
Risiko Ijazah Tidak Diakui Secara Hukum
LLDIKTI XVII menekankan bahwa legalitas ijazah sangat bergantung pada status akreditasi program studi dan perguruan tinggi. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, khususnya:
- Pasal 33 ayat (3): Program studi hanya dapat diselenggarakan setelah terakreditasi.
- Pasal 33 ayat (6): Program studi wajib diakreditasi ulang saat masa akreditasinya berakhir.
- Pasal 60 ayat (2): Perguruan tinggi swasta wajib memperoleh izin Menteri.
- Pasal 93: Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp 1 miliar.
Aturan tersebut ditegaskan lagi dalam Permendikbudristek No. 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, khususnya:
- Pasal 88: Program studi harus memiliki status akreditasi (sementara, terakreditasi, unggul, atau internasional) untuk bisa meluluskan mahasiswa dan menerbitkan ijazah.
- Pasal 102 ayat (1c): Prodi yang belum terakreditasi wajib mengajukan permohonan akreditasi paling lambat Agustus 2024. Jika tidak, maka tidak boleh menerima mahasiswa baru.
9 Kampus Tak Terakreditasi di Riau-Kepri: Rekomendasi Pencabutan Izin atau Merger
Hingga pertengahan Juli 2025, LLDIKTI XVII mencatat sembilan perguruan tinggi di Riau dan Kepri berstatus non-operasional. Kampus-kampus ini tidak memiliki akreditasi aktif, tidak boleh menerima mahasiswa baru, serta tidak boleh menggelar wisuda.
Yang lebih berisiko, ijazah yang dikeluarkan oleh kampus tersebut dalam status tidak berizin tidak sah secara hukum.
“Kami telah merekomendasikan kepada Menteri Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi agar izin operasional perguruan tinggi tersebut dicabut atau dimerger dengan kampus yang lebih sehat, terakreditasi, dan taat asas,” ujar Dr. Nopriadi.
Pilih Kampus Resmi, Jangan Korbankan Masa Depan
Dr. Nopriadi menekankan bahwa pendidikan adalah investasi jangka panjang. Oleh karena itu, calon mahasiswa dan orang tua perlu memastikan legalitas dan mutu perguruan tinggi tujuan.
“Jangan sampai generasi muda kita menjadi korban hanya karena tergiur promosi kampus yang tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan yang berlaku,” katanya.
Ia juga menambahkan bahwa lulusan kampus ilegal berisiko mengalami masalah serius, mulai dari penolakan ijazah untuk melamar kerja hingga tidak bisa mengikuti seleksi CPNS atau melanjutkan studi ke jenjang berikutnya.
“Pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang insya Allah lebih baik. Maka saya menghimbau kepada calon mahasiswa baru di Provinsi Riau dan Kepulauan Riau: Pilihlah kampus dan Prodinya yang terakreditasi dan memiliki legalitas. Jangan mendaftar kuliah di kampus dan program studi yang tidak terakreditasi atau sedang bermasalah,” tegasnya.
Cek Akreditasi Secara Mandiri Lewat Situs Resmi BAN-PT
Sebagai langkah konkret, masyarakat diimbau untuk melakukan pengecekan status akreditasi kampus dan program studi melalui laman resmi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT):
👉 https://www.banpt.or.id
Melalui situs ini, masyarakat bisa melihat status “terakreditasi aktif” atau tidaknya program studi, serta tanggal kedaluwarsa akreditasi masing-masing. (woke5)