PEKANBARU, WARTAOKE.NET
Yayasan Lingkungan dan Bantuan Hukum Rakyat (YLBHR) Riau secara resmi mendaftarkan Gugatan Legal Standing atas lahan kebun sawit milik oknum Kementerian PUPR Bina Marga Provinsi Riau.
Oknum yang bertugas sebagai Kepala satuan kerja (Kasatker) Kementerian PUPR yang bertugas di Riau ini, berkebun kelapa sawit di dalam konsesi.
“Hari ini, secara resmi kita daftarkan gugatan Legal Standing melawan hukum di bidang kehutanan terhadap kebun sawit yang dikuasai dan dipergunakan secara ilegal oleh oknum berinisial SM. Sebab, areal tersebut berada dalam kawasan konsesi HTI,” kata Sekjen DPD YLBHR Provinsi Riau, Nardo Ismanto SH kepada Wartaoke.net. Senin, (08/11/21).
Nardo menjelaskan, alih fungsi kawasan hutan menjadi kebun Kelapa Sawit yang terletak di Desa Pangkalan Gondai Kecamatan Langgam Kabupaten Pelalawan itu tanpa izin Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Ia mengurai histori penataan kawasan hutan berdasarkan beberapa Surat Keputusan Menteri LHK, perkebunan kelapa sawit itu tidak pernah lepas dari kawasan hutan yang kini dibebani izin HTI untuk PT NWR. Oleh karena itu, YLBHR juga menarik PT. NWR sebagai pihak turut tergugat
“Tergugat adalah pelaku okupasi kawasan hutan secara tidak sah. Kemudian Turut Tergugat adalah PT NWR dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK),” katanya
Ia mengemukakan, ulah SM ini merugikan peruntukan kawasan hutan. Menurut dia, HTI diberikan kepada perusahaan untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan dan menurunkan jaminan bahan baku industri hasil hutan.
“Kegiatan perkebunan ini dapat merugikan negara. Padahal, HTI mestinya dikelola untuk menyediakan bahan baku industri yang dapat meningkatkan perekonomian negara,” ungkap Nardo.
Tidak hanya itu, YLBHR juga menelusuri Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
“Selain gugatan, kami juga akan membawa perkara ini ini ranah Tindak Pidana Pencucian Uang. Kami mencurigai uang hasil kebun untuk menambah aset pribadi yang bersangkutan,” tandas Nardo.
Nardo menambahkan, dalam UU Cipta Kerja tidak memungkinkan bagi SM untuk berlindung di aspek keterlanjuran dan izin berusaha. Sebab tidak mungkin Pemerintah Pusat menerbitkan izin berusaha dalam konsesi.
Menurut Nardo, PT NWR selaku pemiliki konsesi juga dinilai lalai memanfaatkan HTI yang diberi oleh negara. Dalam diktum izin HTI, NWR wajib memanam seluruh areal kerja dalam konsesi dalam waktu 25 tahun setelah izin diterbitkan.
“Kita kecewa. PT NWR lalai atau sengaja ini membiarkan areal yang dipercayakan negara kepadanya untuk ditanami tanaman hutan, tapi dibiarkan jadi kebun sawit? Ada apa NWR?,” ucapnya.
Nardo berharap Hakim Pengadilan Negeri Pelalawan yang memeriksa dan mengadili perkara ini dapat menjatuhkan vonis sesuai petitum dalam gugatan. SM harus mengosongkan tanaman Kelapa Sawit dari objek gugatan yang berada dalam kawasan HTI dan menyerahkannya kepada NWR. Lalu, NWR harus memulihkan areal kerja dengan menanam hutan industri.
“Kita yakin, Hakim yang mulia dapat memberi putusan yang seadil-adilnya untuk kepentingan negara dan penegakan hukum dalam kawasan hutan,” ujar Nardo.
Ia menambahkan, YLBHR telah beberapa kali mengajukan gugatan legal standing dan memiliki perkara dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht). YLBHR juga pernah menilai AMDAL pembangunan Tol di Riau. (*)