Wartaoke.net, Pekanbaru- Ibu rumah tangga di Riau perlu tahu bahwa mulai Januari 2020 produk minyak goreng yang beredar di Riau wajib fortifikasi pangan. Fortifikasi pangan atau penambahan zat gizi tertentu ke dalam minyak goreng dapat membantu masyarakat terhindar dari kekurangan gizi.
Pemerintah mewajibkan dilakukan fortifikasi pada produk pangan berupa garam, tepung, dan minyak goreng, yang digunakan oleh masyarakat dalam keseharian dan setiap waktu.
Setelah menerapkan untuk produk garam dan tepung sebelumnya, kini pemerintah menyasar produk minyak goreng, yang pada Januari 2020, seluruh minyak goreng yang beredar wajib dilakukan fortifikasi.
Kepala Bidang Informasi dan Komunikasi Balai Besar POM di Pekanbaru, Adrizal mengatakan, fortifikasi adalah penambahan zat gizi mikro pada bahan pangan dengan tujuan nilai gizi meningkat, yang diperuntukkan untuk pangan yang digunakan dalam keseharian oleh masyarakat.
“Kita memilih tiga produk pangan ini karena digunakan banyak orang, mudah diperoleh, murah terjangkau, produk stabil. Hampir setiap waktu masyarakat menggunakannya,” kata Adrizal dalam kegiatan Sosialisasi Pangan Fortifikasi oleh Balai Besar POM di Pekanbaru, yang dilaksanakan di Hotel Premiere Pekanbaru, Kamis (3/10/2019).
Ia juga menegaskan, tahun 2020 semua harus terfortifikasi, kalau tidak, ada perundangan yang mengatur. Bagi minyak goreng yang tidak fortifikasi dan tidak memasukkan unsur vitamin A, maka itu tidak boleh beredar lagi.
“Kita sudah cukup longgar memberikan waktu yang cukup panjang. Kita tidak bermaksud menghalang-halangi pelaku usaha, tapi ini demi kebutuhan kesehatan masyarakat,” ulasnya.
Ia juga menjelaskan, fortifikasi untuk garam adalah penambahan yodium, kemudian tepung penambahan vitamin asam folat dan lainnya. Selanjutnya minyak goreng, dengan penambahan vitamin A.
Teknologi penambahan gizi dalam pangan, dijelaskan ada beberapa teknis, di antaranya adalah, restorasi, dengan pengembalian jumlah zat gizi yang ditentukan. Kemudian pengkayaan, standarisasi, suplementasi, dan fortifikasi.
“Fortifikasi inilah yang dinilai paling aman, mudah, tidak mengubah warna, dan tidak terurai. Maka dari itu kita memilih fortifikasi,” imbuhnya.
Dikatakannya, yang bertanggung jawab dalam fortifikasi sendiri adalah pemerintah, pelaku usaha, dan konsumen sendiri.
Fortifikasi wajib dilakukan, karena menurut Adrizal gizi dalam suatu pangan yang digunakan masih kurang.
“Untuk garam misalnya, itu wajib, dengan cara menyemprotkan yodium, pabrik harus bersih, dan memenuhi standar. Itu kami sampling dan kami awasi. Yang tidak sesuai, kita tarik dari peredaran,” ujarnya. (Lis)